JELAJAH KALIMANTAN , Banjarmasin - Tugu 9 November 1945 adalah sebuah monument yang menjadi pengingat perjuangan Rakyat Kalimantan terhadap kekejaman Belanda , di monumen inilah pergerakan rakyat Banjar yang membara namun dengan persenjataan yang minim harus merelakan nyawa nya untuk Bumi Pertiwi ini , sebuah monumen bersejarah yang layak untuk di kenang generasi mendatang
Ini adalah tulisan kedua mengenai tempat ini dan setelah melakukan riset hati saya teriris betapa negara kita tercinta ini begitu ingin keluar dari cengkraman penjajahan dan nyawa pun rela diberikan oleh para pejuang - pejuang nya , 9 Nopember 1945 saya bertanya kenapa ada pertumpahan darah padahal saat itu kita sudah merdeka pada Agustus 1945 , ternyata 1945 adalah dimana jaman tidak semodern sekarang tidak semua rakyat di belahan Indonesia mengetahui berita kalau kita sudah merdeka
Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 baru diketahui rakyat Banjarmasin beberapa minggu kemudian karena keterbatasan komunikasi. Informasi ini dibawa oleh tokoh-tokoh pergerakan seperti Hasan Basry dan jaringan pemuda-pemudi dari Jawa.
Rakyat Banjarmasin membentuk Barisan Pemberontakan Republik Indonesia Kalimantan (BPRIK). Tujuannya adalah untuk melawan kembalinya Belanda (via NICA) yang membonceng Sekutu ke Kalimantan salah satu peristiwa paling bersejarah di Banjarmasin.
Pejuang BPRIK menyerang markas Belanda di Benteng Tatas (kini sekitar Masjid Sabilal Muhtadin), Belanda membalas dengan menyerang permukiman rakyat, termasuk di Jalan DI Panjaitan, Kampung Melayu, dan Kelayan.
Pertempuran ini menyebabkan gugurnya 9 pejuang, dan diperingati tiap tahun di Monumen 9 November 1945. Hasan Basry, tokoh penting dari Kalimantan Selatan, memimpin perlawanan gerilya dari hutan-hutan di Hulu Sungai dan Pegunungan Meratus.
Ia berperan penting dalam menyatukan kekuatan rakyat yang tidak bisa bertahan di kota akibat pendudukan NICA. Belanda (NICA) mulai melakukan penangkapan, pembunuhan, dan intimidasi terhadap para aktivis dan keluarga pejuang, mereka membentuk pemerintahan sipil bentukan yang tidak diakui oleh pejuang Republik.
Kota Banjarmasin penuh ketegangan: razia, jam malam, dan penyebaran propaganda pro-Belanda terjadi secara massif. Banyak tokoh pergerakan akhirnya mundur ke daerah pedalaman untuk menghindari penangkapan, Periode 1945–1946 menandai bahwa perlawanan rakyat Kalimantan tidak kalah pentingnya dari peristiwa di Jawa dan Sumatera.
Banjarmasin menjadi saksi kebangkitan semangat kemerdekaan di luar pulau Jawa, meski menghadapi tekanan berat dari pasukan Belanda yang lebih lengkap persenjataannya.
Salam Penulis
Khairunnisa
0 Komentar